JANGAN LUPA KASIH KOMENTAR n PENDAPAT ANDA TENTANG BLOG KANG ROZAK YA..............OKE COY....?

Selasa, 18 Januari 2011

Radioterapi Teknologi yang terus Berkembang

Posted by ROZAK 18.40, under , | 1 comment

Oncologi radiasi adalah  gabungan antara disiplin ilmu kedokteran/ klinis dan sain yang dicurahkan untuk memanege  pasien-pasien dengan kenker  Tujuan radioterapi adalah memberikan dosis radiasi  yang mematikan tumor pada daerah yang telah ditentukan (volume target)  sedangkan jaringan normal sekitarnya mendapat dosis seminimal mungkin dengan demikian akan dicapai rasio terapi yang optimal dengan tingkat efek samping yang minimal yang dikenal dengan “ Therapeutic ratio “
Semakin tinggi therapeutic ratio semakin baik hasil yang di peroleh, hal tersebut dapat ditingkatkan dengan upaya-upaya,  perkembangan ilmu Radiobiologi, Perkembangan tehnologi dari peralatan radioterapi, Kompetensi dari Sumber Daya Manusia (SDM) , Perlengkapan Sarana dan Fasilitas, Quality assurance Fisika  Keberhasilan radioterapi tersebut tidak terlepas dari dukungan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang menjadi dasar ilmu onkologi radiasi, yaitu Radiobiologi, Fisika radiasi, Onkologi dan Tehnologi peralatan  radiasi yang berbasis komputer. Dan sejalan pula dengan kemajuan dalam tehnologi pencitraan.


Tujuan tersebut dapat dicapai dengan  planning dengan  peralatan yang baik dan tenaga yang terlatih.
Hal ini sangat ditunjang dengan kemajuan tehnologi dari alat-alat radioterapi dan kemajuan dari komputer


            Perkembangan teknologi di dunia kedokteran tidak dapat dipungkiri telah membantu penderita penyakit untuk sembuh dari sakit yang dideritanya dan/atau meningkatkan kualitas hidup penderita tersebut. Salah satu perkembangan teknologi yang sedang diperhatikan dan terus diikuti oleh kalangan praktisi dunia kedokteran adalah kemajuan di bidang yang berkaitan dengan perang terhadap penyakit yang digolongkan sebagai penyakit mematikan dan telah menelan banyak korban di seluruh dunia, kanker.

            Beberapa metode dapat diterapkan dalam penanganan penyakit keganasan ini, atau yang lebih dikenal dengan penyakit tumor ganas atau kanker, yaitu operasi, kemoterapi, dan radioterapi. Metode-metode tersebut dapat diberikan secara mandiri atau dikombinasikan dengan metode yang lain seperti kemo-radiasi yaitu kombinasi kemoterapi dan radioterapi, metode penanganan yang akan dilakukan ditentukan oleh dokter berdasarkan jenis kanker dan stadium (tingkat kegansan) yang diderita.


            Metode penanganan kanker yang sarat dengan teknologi canggih yang sedang dan terus berkembang secara pesat adalah radioterapi. Radioterapi (atau juga dikenal dengan istilah terapi radiasi) menggunakan radiasi untuk mematikan sel-sel kanker atau melukai sel-sel tersebut sehingga tidak dapat membelah atau memperbanyak diri. Radioterapi dapat digunakan untuk meradiasi kanker primer dan/atau gejala-gejala yang diakibatkan oleh kanker yang telah meluas (metastasis).


Radioterapi dalam sejarahnya diawali dengan ditemukannya sinar-x oleh Roentgen pada tahun 1895 dan radioaktifitas oleh Becquerel di tahun berikutnya. Perkembangan revolusioner radioterapi dimulai sekitar tahun 1940. Perkembangan teknologi karena aktifitas perang dunia kedua yang sedang terjadi saat itu merupakan cikal bakal perkembangan pesat di bidang radioterapi. Produksi radionuklida baru dari reaktor dan pemercepat partikel pada mulanya digunakan untuk penelitian teknologi nuklir dan fisika energi tinggi, namun hal tersebut juga memberikan manfaat dalam dunia kedokteran yaitu penggunaan beberapa radionuklida baru yang dihasilkan untuk radioterapi, Co60adalah salah satu sumber yang paling umum digunakan untuk terapi berkas eksternal. Perkembangan revolusioner berikutnya yang tidak kalah pentingnya adalah linear accelerator atau pemercepat partikel linier, hal tersebut dimungkinkan karena adanya pengembangan teknologi radar.


            Ada tiga prinsip dasar yang merupakan bagian dari radioterapi. Pertama, terapi berkas eksternal, terapi ini merupakan metode yang paling umum digunakan pada radioterapi. Terapi ini biasanya menggunakan modalitas berkas foton atau sinar-x energi tinggi yang dihasilkan oleh pemercepat partikel linier, sinar gamma yang dihasilkan oleh unit Co60 atau sinar-x energi yang lebih rendah dengan rentang energi 50-300 kV juga dapat digunakan. Sebagai tambahan, berkas elektron megavolt dapat juga digunakan untuk meradiasi tumor-tumor atau kanker yang letaknya di permukaan. Selain itu partikel bermuatan seperti proton dan pion juga sudah dan terus dikembangkan untuk keperluan radioterapi. Prinsip yang kedua adalah brakiterapi yaitu terapi dengan menggunakan bahan radioaktif tertutup yang diletakkan dekat atau pada tumor untuk memberikan dosis radiasi terlokalisasi sehingga dosis pada jaringan normal di sekitarnya dapat diminimalisasi, metode ini sangat terbatas penggunaannya dan sangat tergantung pada letak serta ukuran tumor. Dan metode yang sangat jarang digunakan adalah terapi sumber radioaktif terbuka.


            Perkembangan teknologi radioterapi khususnya terapi radiasi ekternal yang pesat terjadi karena didukung oleh perkembangan di dunia komputerisasi. Perkembangan tersebut juga seiring dengan perkembangan dalam teknik pencitraan (radiodiagnostik) seperti computed tomography (CT), kedokteran nuklir (gamma camera), magnetic resonance imaging(MRI), ultrasonografi (USG), dan computed radiography. Keseleruhan teknik pencitraan tersebut memberikan peranan penting dalam penentuan letak maupun ukuran tumor dengan presisi tinggi.


            Beberapa rumah sakit di Indonesia telah melengkapi peralatan medisnya untuk memerangi kanker di negeri ini khususnya dengan metode radioterapi, salah satu rumah sakit tersebut adalah Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP).Kontribusi RSPP dalam layanan radioterapi bagi bangsa ini sudah dimulai sejak tahun 1971, sejak RSPP pertama kali dibuka. Pada saat itu RSPP memiliki pesawat Co60 yang dilengkapi dengan pesawat simulator untuk perencanaan. Sebagai informasi, pesawat Co60 dipasang pertama kali tahun 1951 di London, dan menyebar ke seluruh dunia dan merupakan sumber radiasi utama dalam radioterapi sampai dengan sekitar tahun 1971.1 Sehingga RSPP pada saat itu memiliki pesawat Co60 termasuk masih sesuai dengan perkembangan dunia pada saat itu.


Sampai tahun 1976 survei IAEA (International Atomic Energy Agency) menunjukkan bahwa di seluruh dunia baru ada 336 linac, yang 161 di antaranya berada di Amerika Serikat.2 Di dunia hanya ada beberapa vendor linac, sejauh ini yang terkenal adalah Varian, Siemens, dan Philips/Elekta. Rumah Sakit Pusat Pertamina tahun lalu (2006) telah memasang pesawat linac Siemens Primus 2D Plus. Pesawat yang ada dilengkapi dengan berbagai peralatan antara lain moving laser yang ditempatkan pada pesawat CT multislice yang bertindak sebagai simulator, TPS (treatment planning system) yang mampu untuk perencanaan 3D (dimensi), sistem pembuatan blok pembentuk berkas, beberapa alat fiksasi pasien, dosimeter absolut maupun relatif. Dengan semua perlengkapan yang ada tersebut RSPP sudah dapat mulai memberi layanan radioterapi dengan perencanaan 3D.


Perencanaan 2 dan 3 dimensi


Sebelum ada CT, perencanaan radioterapi 2D dilakukan secara manual, dengan cara meletakkan kurva isodose standard pada kontur tubuh pasien yang diambil langsung dari pasien menggunakan kawat timbal yang lentur atau dengan gips. Cara ini dilakukan di RSPP pada saat menggunakan pesawat Co60 yang lalu.


Setelah ada CT dan komputer, dasar perencanaan 2D menjadi lebih mudah. Perencanaan tetap didasarkan pada anggapan bahwa pasien dapat diandaikan sebagai suatu bidang yang berisi sumbu berkas utama. Informasi data pasien diperoleh dari citra CT yang akan dipakai sebagai acuan perencanaan, dan semua berkas utama yang akan dipakai diletakkan pada bidang tersebut. Distribusi dosis dihitung pada satu bidang dan dapat dilihat dalam displai distribusi dosis dalam 2D, yang selanjutnya dipakai sebagai pemandu penyinaran.


Padahal berbagai struktur yang perlu diperhatikan dapat berada di luar bidang acuan perencanaan, sehingga diperlukan pula informasi distribusi pada bidang lain. Seringkali tambahan data pasien diambil dari satu atau lebih bidang lain yang sejajar dengan bidang acuan, dan selanjutnya pada bidang tersebut dilakukan kalkulasi dosis maupun distribusinya. Perencanaan demikian sering disebut perencanaan 2.5 D. Perhitungan dosis tetap menggunakan algoritma 2D. Geometri berkas dan pembobotan berkas tetap dilakukan pada bidang acuan, jarang dilakukan pada bidang lainnya.


Dengan perkembangan komputer, perencanaan 3D umumnya saat ini sudah dapat dilakukan dengan semua TPS. Dalam perencanaan ini semua sumbu utama berkas tidak harus berada dalam satu bidang. Dasar tujuan perencanaan 3D adalah untuk memberikan dosis tumor tidak pada bidang tetapi dalam volume. Data pasien diperoleh dari banyak irisan citra CT yang selanjutnya diperoleh informasi dalam bentuk volume. Geometri berkas dan portal perlakuan ditentukan berdasarkan penyinaran volume target dengan menghindari struktur anatomi kritis yang harus dilindungi. Perencanaan 3D memungkinkan untuk membuat simulasi akurat penyinaran dengan menggunakan berbagai geometri berkas yang dimodifikasi. Distribusi dosis ditampilkan dalam volume, yang tentunya dapat pula ditampilkan dalam bidang yang didasarkan pada distribusi volume pada target maupun struktur normal kritis di sekelilingnya. Selain distribusi dalam bentuk volumetrik, dalam perencanaan 3D juga dapat diperoleh informasi histogram volume dosis kumulatif yang biasa disebut DVH (dose-volume histogram). Informasi DVH ini memberi informasi fraksi volume struktur kritis yang menerima dosis lebih besar dari suatu dosis tertentu. Informasi ini penting untuk mengambil keputusan secara cepat dalam memilih perencanaan yang tepat.


Unit Radioterapi RSPP telah memiliki fasilitas TPS Pinnacle3 (Versi terbaru V7.6c) dengan keunggulan simulasi maya atau virtual simulation, fasilitas ini memungkinkan untuk melakukan perencanaan penyinaran dan akurasi yang lebih tinggi dalam penempatan arah sinar sehingga jaringan sehat sekitarnya dapat dilindungi secara optimal tanpa mengurangi dosis radiasi yang harus diterima oleh tumor. Fasilitas ini juga meningkatkan kenyamanan pasien, setelah pasien di-scanningdi ruang CT scan maka pasien diperbolehkan untuk kembali ke rumah atau ruang tempat pasien dirawat, dan keseluruhan proses perencanaan selanjutnya dilakukan di komputer TPS. Hal tersebut sangat berbeda dengan simulator konvensional. Pada simulator konvensional pasien harus tetap berada di ruangan simulator hingga tercapai hasil optimal perencanaan. Secara umum, pasien yang direncanakan untuk radioterapi menggunakan fasilitas virtual simulator akan berada pada ruangan simulator dengan waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan dengan simulator konvensional.


Selain fasilitas virtual simulation, TPS di Unit Radioterapi RSPP juga memiliki fasilitas Digital Reconstructed Radiograph(DRR), fasilitas ini memungkinkan hasil CT scan biasa direkonstruksi menjadi hasil radiografi biasa, dan juga Digital Composite Radiograph (DCR) yang dapat menampilkan daerah pada tubuh yang menjadi perhatian dokter secara khusus (region of interest) misalnya tulang, paru-paru, jaringan lunak, dan lain sebagainya. Perencanaan juga dapat dioptimalkan dengan menggunakan beberapa percobaan (trial) hingga mencapai hasil yang paling optimal, salah satu indikator optimalisasi perencanaan tersebut menggunakan Dose Volume Histogram (DVH), yaitu grafik perhitungan untuk membandingkan dosis yang diterima oleh volume target tumor/kanker dengan dosis yang diterima oleh volume jaringan sehat sekitarnya. Fasilitas-fasilitas tersebut digunakan dalam proses perencanaan yang dilakukan oleh dokter ahli radiasi onkologi, dosimetris dan fisikawan medis secara komprehensif untuk pencapaian hasil perencanaan optimal, dan jika pasien membutuhkan alat-alat bantu radiasi seperti blok atau alatimmobilisasi maka alat-alat tersebut dapat dibuat di ruanganmould (mould room).


Hasil perencanaan yang telah dilakukan kemudian akan diproses melalui sistem jaringan informasi terpadu ke sebuah sistem penunjang lainnya yaitu sistem pencatatan dan verifikasi (record and verify system / R&V system). Sistem tersebut juga turut mengambil bagian dalam menunjang keseluruhan proses radioterapi di Unit Radioterapi RSPP. LantisR&V system merupakan salah satu sistem pencatatan dan verifikasi yang sudah dikenal oleh masyarakat radioterapi di seluruh dunia, dan sistem ini pula lah yang dimiliki oleh Unit Radioterapi RSPP (Versi 6.1). Sistem ini langsung terhubung dengan beberapa sistem lainnya seperti TPS dan kontrol panel pada mesin radioterapi sehingga sistem ini dapat mengkonfigurasi parameter-parameter mesin secara otomatis sesuai dengan perencanaan dari komputer TPS, hal tersebut dapat mengurangi kesalahan-kesalahan yang mungkin dilakukan oleh penata radioterapi (human error), setelah parameter-parameter tersebut terkonfigurasi secara otomatis maka R&V system akan melakukan verifikasi ulang terhadap parameter-parameter tersebut terhadap perencanaan yang telah dilakukan. Keunggulan lain sistem ini adalah sistem pencatatan yang teratur dan sangat mudah dioperasikan (operator friendly) tetapi tetap memperhatikan tingkat proteksi yang tinggi terhadap keamanan data pasien. Secara keseluruhan, sistem ini memungkinkan penggunanya untuk beralih ke teknologi paperless atau sistem tanpa menggunakan pencatatan manual dengan kertas.


Selain hal-hal di atas, perencanaan 3D juga telah berkembang dengan berbagai teknik baru seperti conformal planning. Beberapa perkembangan revolusioner lainnya adalahIntensity-Modulated Radiation Therapy (IMRT), Image-Guided Radiation Therapy (IGRT), dan stereotactic surgery.


Peralatan Dosimetri dan QA (Quality Assurance).


Radioterapi dengan linac berkaitan dengan dosis tinggi. Dosis pada target memerlukan ketelitian tinggi, demikian pula distribusi spasial dalam volume target serta struktur lain disekilingnya. Oleh karenanya pengukuran dosis dan penentuan distribusi dosis spasial sangat penting dan menentukan keberhasilan perlakuan radioterapi. Untuk pengukuran keduanya diperlukan dosimeter absolut dan dosimeter relatif. Peralatan dosimeter absolut diperlukan untuk untuk mengukur output pesawat yang sering disebut dengan kalibrasi. Dosimeter relatif digunakan untuk mengukur distribusi dosis spasial dalam medium, terutama dalam air yang dianggap simulasi jaringan lunak. Linac di RSPP dilengkapi dengan dosimeter absolut maupun dosimeter relatif, dan hasil pengukuran dengan dosimeter memenuhi ketelitian yang diperlukan klinis sesuai dengan rekomendasi berbagai badan internasional seperti IAEA (International Atomic Energy Agency) dan AAPM (American Association of Physicists in Medicine).


Quality assurance peralatan radioterapi merupakan salah satu komponen penting dalam QA komprehensif onkologi radiasi. Tujuan utama QA peralatan radioterapi adalah menjamin bahwa kinerja semua peralatan mempunyai kinerja prima, berada dalam batas yang ditentukan. Hasil tes penerimaan dan komisioning digunakan sebagai acuan untuk menentukan batas kinerja suatu peralatan. Setiap peralatan didesain memiliki karakter kinerja fungsional yang berpengaruh pada ketelitian geometri dan dosimetri dalam pemberian dosis pada pasien. Pelaksanaan QA terutama merupakan evaluasi terus menerus karakter kinerja peralatan. Rumah Sakit Pusat Pertamina memiliki berbagai peralatan QA dan beberapa diantaranya buatan sendiri. Ada beberapa rekomendasi protokol pelaksanaan QA yang diberikan oleh berbagai badan international. Salah satu diantaranya yang digunakan oleh RSPP adalah rekomendasi QA oleh AAPM.3

Perkembangan Pencitraan Diagnostik dan Radioterapi

Posted by ROZAK 00.53, under | No comments

Dalam bidang medis, yang dimaksud dengan radiasi pengion adalah berkas sinar X kilovolt maupun megavolt, berkas elektron, dan berbagai jenis radiasi yang dipancarkan oleh sumber radioaktif seperti radiasi gamma, beta negatif, beta positif yang juga sering disebut positron, proton, neutron, dan ion berat. Dalam kesempatan ini saya akan menyampaikan kiprah “sang primadona radiasi pengion”, dalam 2 subbidang, yakni dalam 

a) pencitraan diagnostik.
b) radioterapi. 

Pada zaman sekarang ini rasanya tidak dapat dibayangkan diagnosis tanpa pencitraan. Semua rumah sakit pasti memiliki bagian radiologi yang memanfaatkan sinar X untuk pencitraan. Saya percaya masih banyak di antara kita semua yang menjadi saksi pertumbuhan pencitraan diagnostik mulai dari hanya menggunakan sinar X, kemudian ditambah dengan modalitas ultrasound, dan resonansi magnetik. Kelompok ini hidup dalam periode yang unik dan menggembirakan, dalam era ilmu dan diagnostik medis mengalami pendewasaan dan bervariasi. Meskipun saat ini sinar X tidak lagi menjadi satu-satunya modalitas untuk pencitraan medis, namun sinar X tetap menjadi primadona dalam pencitraan medis. Citra dengan modalitas yang lain, melengkapi informasi yang diperoleh dari citra sinar X. 

Selain dengan sinar X, radiasi pengion berasal dari sumber radioaktif juga dimanfaatkan untuk pencitraan, yang selanjutnya dikenal dengan kedokteran nuklir. Pencitraan dalam kedokteran nuklir memberikan informasi fungsional fisiologi yang tidak diperoleh dalam citra sinar X. Perkembangan kedokteran nuklir sempat stagnant beberapa saat, namun dengan kemunculan SPECT dan PET, kedokteran nuklir mulai berkibar kembali. Kehadiran PET memberikan angin segar pada dunia kedokteran. Saat ini PET adalah satu-satunya alat pencitraan molekular yang ada di dunia. 

Dalam bidang radioterapi untuk pengobatan kanker, radiasi pengion sejak dahulu sampai saat ini belum mempunyai saingan, yang berarti tetap menjadi primadona. Berdasarkan pengalaman berpuluh-puluh tahun, setiap ada kemajuan fisika dalam pemberian radiasi pada tumor, seperti energi radiasi, karakteristik dan presisi pemberian dosis pada tumor, akan meningkatkan hasil perlakuan terapi. Keberhasilan ditunjukkan tidak hanya peningkatan survival, tetapi juga penurunan efek negatif pada jaringan normal. Usaha peningkatan kualitas radiasi dari sinar X kilovolt menjadi radiasi gamma Co 60 dimulai pada sekitar tahun 1951. Kemudian dilanjutkan dengan era sinar X megavolt yang dimulai pada tahun 1970 an. Saat ini di negara maju sinar X megavolt telah menggusur radiasi gamma Co 60, namun tidak demikian dengan di negara berkembang seperti negeri kita ini. Peningkatan presisi pemberian dosis pada tumor tahun demi tahun terus dilakukan, dan kemajuan sangat pesat terjadi selama 2 dekade terakhir ini. 

Dalam bidang radioterapi, selain radioterapi eksternal dikenal pula brakhiterapi dan radioterapi internal. Keduanya memanfaatkan radiasi pengion yang diproduksi oleh sumber radioaktif. Brakhiterapi menggunakan sumber radioaktif tertutup dengan cara implantasi atau dengan meletakkannya dekat tumor. Peningkatan optimasi terfokus untuk memberikan dosis radiasi tinggi pada tumor dan dosis rendah pada jaringan tetangga sekitar tumor. Di lain pihak, radioterapi internal menggunakan sumber radioaktif terbuka yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui injeksi ataupun secara oral, melalui proses metabolisme diarahkan pada organ tertentu. Kemajuan brakhiterapi maupun radioterapi internal seiring dengan peningkatan penemuan berbagai material radioaktif buatan. 

Dalam kesempatan ini, akan kami sampaikan sejarah singkat penemuan radiasi pengion yang dimanfaatkan untuk pencitraan maupun untuk radioterapi sampai dengan tahun 1940 an. Selanjutnya akan kami teruskan dengan perkembangannya sampai saat ini. 

Sejarah singkat
Yang menemukan pertama kali sang primadona sinar X adalah Wilhelm Conrad Roentgen pada tanggal 8 November 1895. Penemuan sinar X dalam sejarah ilmu pengetahuan sangat menakjubkan. Aktivitas ilmiah yang dipicu oleh penemuan ini selama tahun 1896 tercatat menghasilkan lebih dari 1000 makalah ilmiah dan 50 buku [1]. Penggunaan sinar X untuk diagnosa maupun untuk terapi terjadi hanya beberapa bulan setelah ditemukan. Enam tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1901, Roentgen menerima hadiah Nobel pertama untuk bidang Fisika sebagai penghargaan pada penemuannya yang spektakuler. Roentgen adalah perintis Fisikawan Medis pertama, yang sangat gigih bekerja untuk kemanusiaan, sesuai dengan pernyataannya: ”I am in the opinion that ......discoveries and inventions belong to humanity......”[1]. 

Satu tahun setelah sinar X ditemukan, pada bulan Maret tahun 1896 uranium ditemukan oleh Bacquerel, namun tidak langsung diketahui kegunaannya. Kemudian pada bulan Desember 1898 Marie Curie dan suaminya, Pierre Curie mengumumkan telah menemukan unsur baru polonium dan radium. Untuk verifikasi penemuannya, Marie Curie bekerja keras meneliti 1 ton residu tambang yang hanya menghasilkan 1/10 gram radium. Bacqurrel and Mme Curie secara bersamaan memperhatikan bahwa radiasi yang dipancarkan oleh radium memberikan efek pada kulit. Selanjutnya Pierre Curie juga meneliti efek biologi radium yang hasilnya dapat menerangkan lebih detail mengenai beberapa fase epidermitis basah serta proses penyembuhannya. Dari hasil ini Pierre menyatakan:” that humanity will obtain more good than evil from the new discoveries” (Kita pada zaman ini menjadi saksi bahwa pernyataan Pierre Curie ternyata memang benar). November 1903 hadiah Nobel Fisika diterima oleh Bacquerrell ”for his discovery of spontaneous radioactivity” dan kepada suami-isteri Curie ”for their work on radiation phenomena” [1]. Pada tahun 1911 Mme Curie menerima hadiah Nobel dalam bidang Kimia “for the discovery of radium”, dan merupakan orang pertama yang menerima hadiah Nobel dua kali. Pada tahun yang sama mimpi Mme Curie terpenuhi dengan berdirinya Institut du Radium di Paris. Dari institusi ini lahir beberapa perintis radiobiologi seperti Antoine M. Lacassagne, Octave Monod, Jean L. Roux Berger, Henri Coutrad, dan lain-lain, yang hasil karyanya berkontribusi besar dalam mendasari radioterapi modern.

Tidak seperti sejarah sinar X, penggunaan sinar radioaktif dalam medis relatif lebih lamban. Sekitar 3 dasawarsa setelah ditemukan, radium yang memancarkan radiasi gamma baru digunakan untuk terapi kanker. Institusi pusat radium untuk terapi kanker pertama kali didirikan di Inggris. Karena perintisan metode terapi radium dilakukan di Perancis, maka terapi demikian tetap disebut terapi Curie. Sampai dengan tahun 1950an, yaitu sampai sinar X megavolt dapat diproduksi, radiasi gamma radium juga mengikuti jejak sinar X menjadi primadona yang sangat berperan dalam terapi kanker. Penggunaan radium dalam terapi kanker memicu lahirnya bidang Fisika Medis. Pada sekitar tahun 1930an dan 1940an pelopor Fisika Medis lainnya, seperti Duane, Paterson, Parker, dan Quimby, ikut serta mengembangkan fisika yang berkaitan dengan penggunaan radium dalam terapi [2]. Meskipun saat ini radium sudah tidak dipakai lagi untuk brakhiterapi, namun sudah banyak di antara kita yang mengetahui peran utama radium dalam terapi kanker di masa silam.

Suami isteri Jean Frederick Joliot dan Irene Curie juga peneliti yang menyumbangkan penelitiannya berkaitan dengan radiasi pengion untuk bidang Medis. Keduanya menemukan material radioaktif buatan. Permulaan Januari 1934 keduanya menunjukkan bahwa aluminium yang ditembaki dengan berkas alpha menghasilkan phosphor yang radioaktif dengan waktu paroh 3 menit 15 detik. Selanjutnya berbagai unsur radioaktif buatan lainnya ditemukan oleh Joliot–Curie. Oleh karenanya dapat dikatakan saat itu merupakan awal dari era transmutasi inti untuk membuat unsur radioaktif baru yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Berbagai isotop selanjutnya digunakan dalam bidang medis, biologi, maupun industri. Dengan penemuan unsur radioaktif buatan ini merupakan awal terbukanya pintu kedokteran nuklir. Pasangan suami isteri Joliot-Curie, yang keduanya Fisikawan) memperoleh hadiah Nobel dalam ilmu Kimia untuk penemuan mereka “sintesis berbagai unsur radioaktif” pada bulan Desember 1935 [1]. 

Jumat, 14 Januari 2011

Modalitas pencitraan radiologi diagnostik

Posted by ROZAK 15.31, under | No comments

Modalitas pencitraan radiologi diagnostik


1. Radiografi
2. Fluoroskopi
3. Digital radiologi
4. CT (Computed Tomography)
5. Kedokteran Nuklir dan PET (Positron Emission Tomography)
6. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
7. USG (ultrasonography)


Radiografi
Secara skematis, proses radiografi dapat dilihat dengan jelas dalam gambar, .
Berkas sinar X setelah melewati obyek akan sampai ke detector film. Citra pada film terbentuk karena adanya perbedaan atenuasi antara obyek satu dengan obyek yang lain. Grid digunakan untuk menyerap radiasi hambur yang akan mengaburkan citra. Film dengan resolusi tinggi dipakai agar mampu untuk menghasilkan citra struktur halus. 


Fluoroskopi
Fluoroskopi digunakan untuk observasi obyek dalam tubuh real time, sehingga dapat mengamati gerakan berbagai organ. Untuk fluoroskopi digunakan tabung intensifikasi pencitraan (image intensifyer, II), yang memiliki komponen detector layar fluoresensi. Pada mulanya citra yang dibentuk oleh layar fluoresensi dilihat langsung oleh pengamat (dokter). Dengan kemajuan ilmu dan teknologi, citra yang dihasilkan oleh layar fluoresensi ditangkap oleh system kamera yang langsung dihubungkan dengan TV, dan/atau oleh system video. Selain itu dapat pula hasil citra di ubah menjadi sampel digit yang kemudian diteruskan ke computer. Dengan demikian citra yang ditayangkan TV adalah hasil rekonstruksi computer. 


Digital radiologi
Komputer berkontribusi besar dalam kemajuan pencitraan radiologi diagnostik. Hampir semua modalitas diagnostik memanfaatkan komputer, diantaranya Kedokteran Nuklir (SPECT, PET), USG, MRI, CT, dan juga saat ini radiografi (CR dan DR). Oleh komputer citra dinyatakan dalam bentuk matriks piksel (citra 2 dimensi, 2D) dan voxel (untuk citra 3 dimensi, 3D). Nilai pada piksel menjadi representasi tingkat keabuan atau warna citra. Untuk radiografi, citra dapat berukuran 1024 x 1024 piksel, sedangkan untuk CT dan MRI dapat sekitar 512 x 512 piksel. Dengan citra digital, memungkinkan dibentuk suatu jaringan yang memudahkan komunikasi data medis, yang dikenal sebagai PACS (picture archiving communication systems).
Angiografi konvensional dilakukan untuk memandu pemasukan kateter percutaneously ke dalam arteri femoral menuju aorta dan ke dalam carotid, sampai dengan daerah yang dimaksud. Untuk kontras media digunakan yodium (iodine). Hasilnya citra fluoroskopi yang sering diikuti pula dengan citra video, ataupun seri film radiografi yang dibuat secara cepat. Subtraksi citra sesudah pasien diberi kontras dengan citra sebelum diberi kontras akan menghasilkan citra subtraksi yang memperjelas detail citra yang dimaksud.

Dalam digital subtraction angiography, pemeriksaan diawali dengan membuat citra fluoroskopi digital pada daerah yang dimaksud, kemudian disimpan dalam komputer. Kontras media kemudian disuntikkan, dan dibuat citra kedua yang selanjutnya melalui program komputer disubstraksi dengan citra pertama. 


CT (computed tomography)
Radiografi konvensional menghasilkan citra 2 dimensi, dan tidak dapat dihindarkan seringkali citra organ satu saling tumpang tindih dengan citra organ lain. Dengan adanya komputer, dapat dibuat citra anatomi irisan tubuh dengan modalitas CT. Pengambilan citra dari berbagai arah, yang hasilnya disimpan dalam komputer (sekitar 1000 citra). Selanjutnya berdasarkan data tersebut direkonstruksi citra penampang lintang tubuh 2 dimensi. Dengan menggabungkan citra irisan yang saling berdekatan, citra tubuh 3 dimensi dapat dibentuk. 


Kedokteran Nuklir
Dalam kedokteran nuklir pemeriksaan menggunakan radiofarmaka yang memiliki 2 karakteristik esensial. Pertama material terkonsentrasi dalam daerah tertentu dalam tubuh, dalam organ ataupun dalam jaringan yang dimaksud. Kedua, material harus pemancar radiasi gamma, agar citra organ ataupun jaringan yang dimaksud dapat dideteksi dari luar tubuh. 


Tujuan radioterapi

Tujuan terapi cancer, menghilangkan atau mematikan sel cancer dan menunda proliferasi lebih lanjut.
Terapi utama :
• bedah, membuang bagian terbesar tumor
• obat, membunuh dan menghalangi proliferasi sel cancer
• immunoterapi, menaikkan pertahanan tubuh
• radiasi pengion, membunuh sel cancer

Semua sel hidup dapat dibunuh oleh radiasi pengion, namun dosis yang diperlukan untuk membunuh sel sangat bervariasi (sel mempunyai radiosensitivitas berbeda-beda). Masalah utama, sel tumor tidak terisolasi dari sel jaringan normal.
• Tumor terletak pada jaringan yang harus masih berfungsi setelah radioterapi
• Tumor dalam jaringan yang harus masih berfungsi setelah radioterapi
• Tumor menyebar dan infiltrasi dalam jaringan lain

Tumor diradiasi, jaringan sehat ikut terradiasi dengan dosis tinggi. Pembunuhan sel oleh radiasi tergantung pada kemungkinan terjadi interaksi sel dengan radiasi (sifat alami, stochastic). Efek radiasi pada sejumlah sel (organ, massa tumor) mempunyai dosis ambang (tidak ada efek klinis untuk dosis di bawah dosis ambang, efek deterministik).
Tanggapan tumor dan jaringan normal terhadap dosis (contoh, kedua kurva terpisah). D0 merupakan dosis perlakuan yang dinginkan. Perhatikan perubahan tanggapan akibat perubahan dosis yang kecil.

Keberhasilan radioterapi bila kedua kurva terpisah lebar.
Optimasi, dosis tinggi pada tumor dan dosis rendah pada jaringan sehat, tidak mungkin dicapai bila tumor sudah infiltrasi ke jaringan sehat. Kurva tanggapan juga tergantung pada waktu keseluruhan penyinaran dan fraksinasi.


Metoda radioterapi

1. Radioterapi eksternal (teleterapi), sumber radiasi di luar tubuh pasien (sinar X, radiasi gamma, elektron, proton, neutron, dan partikel lain)
2. Brakhiterapi, sumber tertutup, sumber radiasi diletakkan dalam volume tumor. Dosis tinggi pada tumor, memperkecil dosis jaringan sehat di sekelilingnya.
3. Radioterapi internal, sumber radiasi terbuka dimasukkan ke dalam tubuh

Dalam 20 th terakhir, komputer sangat berpengaruh dalam praktek radioterapi. Kalkulasi komputer lebih cepat dan teliti dibanding dengan tangan, kemudian berkembang untuk optimasi pemberian dosis


Pesawat terapi eksternal

Kilovoltage units

• Terapi kontak (40 - 50 kV, 2 - 5 mA).
SSD (source skin distance) pendek, sekitar 2 - 5 cm, filtrasi 0.5 - 1.0 mm Al untuk memperoleh kualitas sinar X sekitar 0.6 mm Al.

• Terapi superfisial (50 - 150 kV, 5 - 10 mA). Tambahan filtrasi 1 mm Al, 1 mm Al + 0.25 mm Cu, menghasilkan sinar X dengan kualitas 1.0 - 8.0 mm Al. Pada umumnya perlakuan terapi menggunakan SSD 15 - 20 cm.

• Orthovoltage, deep therapy (150 - 500 kV). Umumnya pesawat orthovoltage beroperasi dengan kondisi 200 - 300 kV, 10 - 20 mA, untuk memperoleh sinar X dengan kualitas 1 - 4 mm Cu (filter tambahan Thoreaus yang merupakan susunan dari Sn, Cu, dan Al dengan Z yang tinggi dekat dengan target sinar X). Penyearah sinar X berbentuk kerucut dengan SSD biasanya 50 cm.

• Teleterapi Co 60
Radiasi gamma dari sumber Co 60 mempunyai energi 1.33 dan 1.17 MeV (rata-rata 1.25 MeV). Pada umumnya isosenter pesawat Co 60 menggunakan SAD 80 cm. Ukuran sumber 1.5 dan 2.0 cm, aktivitas sekitar 6000 - 7000 Ci, memberikan dosis 1.5 sampai 2.0 Gy/menit bila sumber masih baru. Penggunaan lapangan maksimum sekitar 40 x 40 cm2 pada jarak perlakuan 80 cm, d1/2 sekitar 10 cm dalam jaringan.

• Terapi megavoltage, untuk terapi tumor dengan kedalaman tinggi. Pesawat lama, Van de Graaf generator, betatron. Pesawat modern linac (linear accelerator.

Linac (sinar X, elektron) menggunakan frekuensi tinggi gelombang elektromagnet untuk mempercepat elektron. Elektron energi tinggi yang dihasilkan dapat digunakan untuk terapi tumor dekat permukaan, atau dikenakan target untuk menghasilkan sinar X energi tinggi yang digunakan untuk terapi tumor pada kedalaman tinggi.

Elektron yang dihasilkan oleh pemercepat merupakan berkas pensil (2 - 3 cm diameter). Untuk tujuan terapi lapangan radiasi elektron diperluas dengan cara melewatkan berkas elektron pada lapisan penghambur. Untuk memproduksi sinar X energi tinggi, berkas elektron ditumbukkan target. Sinar X yang dihasilkan dilewatkan pada “flattening filter” agar profil sinat X rata.
CT scanner dan CT simulator

CT simulator, gantri dapat berotasi, pada mulanya gambar yang dihasilkan tidak setajam CT diagnostik. CT simulator mutakhir menghasilkan citra hampir seperti hasil untuk diagnostik. Geometri CT simulator lebih leluasa dapat disesuaikan dengan perencanaan terapi, namun kecepatan scan lebih lambat, belum memadai untuk perencanaan 3 dimensi.
CT simulator diintegrasikan dengan CT scanner khusus untuk perencanaan terapi (3 dimensi, volumetrik), rekonstruksi radiografi secara digital dapat dilakukan.

Kamis, 05 Agustus 2010

PENGERTIAN RADIASI

Posted by ROZAK 01.20, under | 13 comments

1. Pengertian Radiasi

Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven), komputer, dan lain-lain.Radiasi dalam bentuk gelombang elektromagnetik atau disebut juga dengan foton adalah jenis radiasi yang tidak mempunyai massa dan muatan listrik. Misalnya adalah gamma dan sinar-X, dan juga termasuk radiasi tampak seperti sinar lampu, sinar matahari, gelombang microwave, radar dan handphone, (BATAN, 2008)

2. Jenis Radiasi

Secara garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi non-pengion, (BATAN, 2008).

a. Radiasi Pengion
Radiasi pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi (terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi. Yang termasuk dalam jenis radiasi pengion adalah partikel alpha, partikel beta, sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik khusus. Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa (α), partikel beta (β), sinar gamma (γ), sinar-X, partikel neutron.

b. Radiasi Non Pengion
Radiasi non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut berada di sekeliling kehidupan kita. Yang termasuk dalam jenis radiasi non-pengion antara lain adalah gelombang radio (yang membawa informasi dan hiburan melalui radio dan televisi); gelombang mikro (yang digunakan dalam microwave oven dan transmisi seluler handphone); sinar inframerah (yang memberikan energi dalam bentuk panas); cahaya tampak (yang bisa kita lihat); sinar ultraviolet (yang dipancarkan matahari).

3. Besaran dan Satuan Radiasi
Satuan radiasi ada beberapa macam. Satuan radiasi ini tergantung pada kriteria penggunaannya, yaitu (BATAN, 2008) :

a. Satuan untuk paparan radiasi
Paparan radiasi dinyatakan dengan satuan Rontgen, atau sering disingkat dengan R saja, adalah suatu satuan yang menunjukkan besarnya intensitas sinar-X atau sinar gamma yang dapat menghasilkan ionisasi di udara dalam jumlah tertentu. Satuan Rontgen penggunaannya terbatas untuk mengetahui besarnya paparan radiasi sinar-X atau sinar Gamma di udara. Satuan Rontgen belum bisa digunakan untuk mengetahui besarnya paparan yang diterima oleh suatu medium, khususnya oleh jaringan kulit manusia.

b. Satuan dosis absorbsi medium.
Radiasi pengion yang mengenai medium akan menyerahkan energinya kepada medium. Dalam hal ini medium menyerap radiasi. Untuk mengetahui banyaknya radiasi yang terserap oleh suatu medium digunakan satuan dosis radiasi terserap atau Radiation Absorbed Dose yang disingkat Rad. Jadi dosis absorbsi merupakan ukuran banyaknya energi yang diberikan oleh radiasi pengion kepada medium. Dalam satuan SI, satuan dosis radiasi serap disebut dengan Gray yang disingkat Gy. Dalam hal ini 1 Gy sama dengan energi yang diberikan kepada medium sebesar 1 Joule/kg. Dengan demikian maka :
  1 Gy = 100 Rad
 Sedangkan hubungan antara Rontgen dengan Gray adalah :
  1 R = 0,00869 Gy

c. Satuan dosis ekuivalen
Satuan untuk dosis ekuivalen lebih banyak digunakan berkaitan dengan pengaruh radiasi terhadap tubuh manusia atau sistem biologis lainnya. Dosis ekuivalen ini semula berasal dari pengertian Rontgen equivalen of man atau disingkat dengan Rem yang kemudian menjadi nama satuan untuk dosis ekuivalen. Hubungan antara dosis ekuivalen dengan dosis absobrsi dan quality faktor adalah sebagai berikut :
 Dosis ekuivalen (Rem) = Dosis serap (Rad) X Q
Sedangkan dalam satuan SI, dosis ekuivalen mempunyai satuan Sievert yang disingkat dengan Sv. Hubungan antara Sievert dengan Gray dan Quality adalah sebagai berikut :
Dosis ekuivalen (Sv) = Dosis serap (Gy) X Q
Berdasarkan perhitungan
  1 Gy = 100 Rad, maka 1 Sv = 100 Rem.

4. Dosis Maximum Radiasi

United States Nuclear Regulatory Commision (NRC) adalah salah satu sumber informasi resmi yang dijadikan standar di beberapa Negara untuk penetapan garis pedoman pada proteksi radiasi. NRC telah menyatakan bahwa dosis individu terpapar radiasi maksimal adalah 0.05 Sv atau 5 rem/tahun. Walaupun NRC adalah badan resmi yang berkenaan dengan batas pencahayaan ionisasi radiasi, namun ada kelompok lain yang juga merekomendasikan hal serupa. Salah satu kelompok tersebut adalah National Council on Radiation Protection (NCRP), yang merupakan kelompok ilmuwan pemerintah yang rutin mengadakan pertemuan untuk membahas riset radiasi terbaru dan mengupdate rekomendasi mengenai keamanan radiasi.
Menurut NCRP, tujuan dari proteksi radiasi adalah :

a. Untuk mencegah radiasi klinis yang penting, dengan mengikuti batas dosis minimum
b. Membatasi resiko terhadap kanker dan efek kelainan turunan pada masyarakat.

Dosis maksimum yang diijinkan adalah jumlah maksimum penyerapan radiasi yang sampai pada seluruh tubuh individu, atau sebagai dosis spesifik pada organ tertentu yang masih dipertimbangkan aman. Aman dalam hal ini berarti tidak adanya bukti bahwa individu mendapatkan dosis maksimal yang telah ditetapkan, dimana cepat atau lambat efek radiasi tersebut dapat membahayakan tubuh secara keseluruhan atau bagian tertentu. Rekomendasi untuk batas atas paparan telah dibentuk pula oleh NCRP sebagai panduan didalam pekerjaan yang berkaitan dengan radiasi. Rekomendasi NRCP meliputi:

a. Individu/operator tidak diizinkan bekerja dengan radiasi sebelum umur 18 tahun.
b. Dosis yang efektif pada tiap orang pertahun mestinya tidak melebihi 50 mSv ( 5 rem).
c. Untuk khalayak ramai, ekspose radiasi (tidak termasuk dari penggunaan medis) mestinya tidak melebihi 1 mSv ( 0,1 rem) per tahun.
d. Untuk pekerja yang hamil, batasan ekspose janin atau embrio mestinya tidak melebihi 0,5 mSv (0,05 rem). Dengan demikian untuk pekerja wanita yang sedang hamil tidak lagi direkomendasikan bekerja sampai kehamilannya selesai.

5. Efek Radiasi Pengion Terhadap Tubuh Manusia

Radiasi pengion adalah radiasi radiasi yang mampu menimbulkan ionisasi pada suatu bahan yang dilalui. Ionisasi tersebut diakibatkan adanya penyerapan tenaga radiasi pengion oleh bahan yang terkena radiasi. Dengan demikian banyaknya jumlah ionisasi tergantung dari jumlah tenaga radiasi yang diserap oleh bahan (BATAN, 2008).

Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel somatic. Sel genetic adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki, sedangkan sel somatic adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh. Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas efek genetik dan efek somatik. Efek genetik atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik adalah efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi (BATAN, 2008).

Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik adalah efek yang disebabkan karena kematian sel akibat paparan radiasi, sedangkan efek stokastik adalah efek yang terjadi sebagai akibat paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sel (BATAN, 2008).Efek Radiasi Pada Organ reproduksi

Menurut Sumarsono (2008) efek deterministik pada organ reproduksi atau gonad adalah sterilitas atau kemandulan. Pajanan radiasi pada testis akan mengganggu proses pembentukan sel sperma yang akhirnya akan mempengaruhi jumlah sel sperma yang akan dihasilkan. Dosis radiasi 0,15 Gy merupakan dosis ambang terjadinya sterilitas yang bersifat sementara karena sudah mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah sel sperma selama beberapa minggu. Pengaruh radiasi pada sel telur sangat bergantung pada usia. Semakin tua usia, semakin sensitif terhadap radiasi karena semakin sedikit sel telur yang masih tersisa dalam ovarium. Selain sterilitas, radiasi dapat menyebabkan menopuse dini sebagai akibat dari gangguan hormonal sistem reproduksi. Dosis ambang sterilitas menurut ICRP 60 adalah 2,5 – 6 Gy. Pada usia yang lebih muda (20-an), sterilitas permanen terjadi pada dosis yang lebih tinggi yaitu mencapai 12 – 15 Gy. Sedangkan menurut Iffah (2009) kerusakan pada organ reproduksi (kemandulan) terjadi pada paparan 150 - 300 rad untuk laki-laki dan < (150-300) rad untuk wanita. Sehingga didapati bahwa wanita lebih sensitif terhadap paparan radiasi khususnya pada organ reproduksi dibandingkan pria.


Sabtu, 31 Juli 2010

SEJARAH RADIOLOGI

Posted by ROZAK 23.34, under | 1 comment

Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fisika di Universitas Wurzburg, Jerman, pertama kali menemukan sinar Roentgen pada tahun 1895 sewaktu melakukan eksperimen dengan sinar katoda. Saat itu dia melihat timbulnya sinar fluoresensi yang berasal dari krostal barium platinosianida dalam tabung Crookes-Hittorf yang dialiri listrik. Ia segera menyadari bahwa fenomena ini merupakan suatu penemuan baru sehingga dengan gigih ia terus menerus melanjutkan penyelidikannya dalam minggu-minggu berikutnya. Tidak lama kemudian ditemukanlah sinar yang disebutnya sinar baru atau sinar X. Baru di kemudian hari orang menamakan sinar tersebut sinar Roentgen sebagai penghormatan kepada Wilhelm Conrad Roentgen.

Penemuan Roentgen ini merupakan suatu revolusi dalam dunia kedokteran karena ternyata dengan hasil penemuan itu dapat diperiksa bagian-bagian tubuh manusia yang sebelumnya tidak pernah dapat dicapai dengan cara-cara konvensional. Salah satu visualisasi hasil penemuan Roentgen adalah foto jari-jari tangan istrinya yang dibuat dengan mempergunakan kertas potret yang diletakkan di bawah tangan istrinya dan disinari dengan sinar baru itu.

Roentgen dalam penyelidikan selanjutnya segera menemukan hampir semua sifat sinar Roentgen, yaitu sifat-sifat fisika dan kimianya. Namun ada satu sifat yang tidak sampai diketahuinya, yaitu sifat biologik yang dapat merusak sel-sel hidup. Sifat yang ditemukan Roentgen antara lain bahwa sinar ini bergerak dalam garis lurus, tidak dipengaruhi oleh lapangan magnetic dan mempunyai daya tembus yang semakin kuat apabila tegangan listrik yang digunakan semakin tinggi, sedangkan di antara sifat-sifat lainnya adalah bahwa sinar ini menghitamkan kertas potret. Selain foto tangan istrinya, terdapat juga foto-foto pertama yang berhasil dibuat oleh Roentgen ialah benda-benda logam di dalam kotak kayu, diantaranya sebuah pistol dan kompas.


Setahun setelah Roentgen menemukan sinar-X, maka Henri Becquerel, di Perancis, pda tahun 1895 menemukan unsur uranium yang mempunyai sifat hampir sama. Penemuannya diumumkan dalam kongres Akademi Ilmu Pengetahuan Paris pada tahun itu juga. Tidak lama kemudian, Marie dan Piere Curie menemukan unsur thorium pada awal tahun 1896, sedangkan pada akhir tahun yang sama pasangan suami istri tersebut menemukan unsur ketiga yang dinamakan polonium sebagai penghormatan kepada negara asal mereka, Polandia. Tidak lama sesudah itu mereka menemukan unsur radium yang memancarkan radiasi kira-kira 2 juta kali lebih banyak dari uranium.

Baik Roentgen yang pada tahun-tahun setelah penemuannya mengumumkan segala yang diketahuinya tentang sinar X tanpa mencari keuntungan sedikitpun, maupun Marie dan Piere Curie yang juga melakukan hal yang sama, menerima hadiah Nobel. Roentgen menerima pada tahun 1901, sedangkan Marie dan Piere Curie pada tahun 1904. Pada tahun 1911, Marie sekali lagi menerima hadiah Nobel untuk penelitiannya di bidang kimia. Hal ini merupakan kejadian satu-satunya di mana seseorang mendapat hadiah Nobel dua kali. Setelah itu, anak Marie dan Piere Curie yang bernama Irene Curie juga mendapat hadiah Nobel dibidang penelitian kimia bersama dengan suaminya, Joliot pada tahun 1931.

Sebagaimana biasanya sering terjadi pada penemuan-penemuan baru, tidak semua orang menyambutnya dengan tanggapan yang baik. Ada saja yang tidak senang, malahan menunjukkan reaksi negative secara berlebihan. Suatu surat kabar malamdi London bahkan mengatakan bahwa sinar baru itu yang memungkinkan orang dapat melihat tulang-tulang orang lain seakan-akan ditelanjangi sebagai suatu hal yang tidak sopan. Oleh karena itu, Koran tersebut menyerukan kepada semua Negara yyang beradab agar membakar semua karya Roentgen dan menghukum mati penemunya.

Suatu perusahaan lain di London mengiklankan penjualan celana dan rok yang tahan sinar-X, sedangkan di New Jersey, Amerika Serikat, diadakan suatu ketentuan hokum yang melarang pemakaian sinar-X pada kacamata opera. Untunglah suara-suara negatif ini segera hanyut dalam limpahan pujian pada penemu sinar ini, yang kemudian ternyata benar-benar merupakan suatu revolusi dalam ilmu kedokteran.

Seperti dikatakan di atas, Roentgen menemukan hampir semua sifat fisika dan kimia sinar yang diketahuinya, namun yang belum diketahui adalah sifat biologiknya. Sidat ini baru diketahui beberapa tahun kemudian sewaktu terlihat bahwa kulit bias menjadi berwarna akibat penyinaran Roentgen. Mulai saat itu, banyak sarjana yang menaruh harapan bahwa sinar ini juga dapat digunakan untuk pengobatan. Namun pada waktu itu belum sampai terpikirkan bahwa sinar ini dapat membahayakan dan merusak sel hidup manusia. Tetapi lama kelamaan yaitu dalam dasawarsa pertama dan kedua abad ke-20, ternyata banyak pionir pemakai sinar Roentgen yang menjadi korban sinar ini.

Kelainan biologik yang diakibatkan oleh Roentgen adalah berupa kerusakan pada sel-sel hidup yang dalam tingkat dirinya hanya sekedar perubahan warna sampai penghitam kulit, bahkan sampai merontokkan rambut. Dosis sinar yang lebih tinggi lagi dapat mengakibatkan lecet kulit sampai nekrosis, bahkan bila penyinaran masih saja dilanjutkan nekrosis itu dapat menjelma menjadi tumor kulit ganas atau kanker kulit.
Selama dasawarsa pertama dan kedua abad ini, barulah diketahui bahwa puluhan ahli radiologi menjadi korban sinar Roentgen ini. Nama-nama korban itu tercantum dalam buku yang diterbitkan pada waktu kongres Internasional Radiologi tahun 1959 di Munich: Das Ehrenbuch der Roentgenologen und Radiologen aller Nationen.


Salah seorang korban diantara korban sinar Roentgen ini ialah dr.Max Hermann Knoch, seorang Belanda kelahiran Paramaribo yang bekerja sebagai ahli radiologi di Indonesia. Beliau adalah dokter tentara di Jakarta yang pertama kali menggunakan alat Roentgen maka ia bekerja tanpa menggunakan proteksi terhadap radiasi, seperti yang baru diadakan pada tahun lima puluhan. Misalnya pada waktu ia membuat foto seorang penderita patah tulang, anggota tubuh dan tangannya pun ikut terkena sinar, sehingga pada tahun 1904, dr.Knoch telah menderita kelainan-kelainan yang cukup berat, seperti luka yang tak kunjung sembuh pada kedua belah tangannya. Pada tahun 1905 beliau dikirim kembali ke Eropa untuk mengobati penyakitnya ini, namun pada tahun 1908 kembali lagi ke Indonesia dan bekerja sebagai ahli radiologi di RS.Tentara, Surabaya, sampai tahun 1917. Pada tahun 1924 ia dipindahkan ke Jakarta, dan bekerja di rumah sakit Fakultas Kedokteran sampai akhir hayatnya. Akhirnya hamper seluruh lengan kiri dan kanannya menjadi rusak oleh penyakit yang tak sembuh yaitu nekrosis, bahkan belakangan ternyata menjelma menjadi kanker kulit. Beliau sampai di amputasi salah satu lengannya, tetapi itupun tidak berhasil menyelamatkan jiwanya. Pada tahun 1928, dr.Knoch meninggal dunia setelah menderita metastasis luas di paru-parunya.

Setelah diketahui bahwa sinar Roentgen dapat mengakibatkan kerusakan-kerusakan yang dapat berlanjut sampai berupa kanker kulit bahka leukemia, maka mulailah diambil tindakan-tindakan untuk mencegah kerusakan tersebut. Pada kongres Internasional Radiologi di Kopenhagen tahun 1953 dibentuk The International Committee on Radiation Protection, yang menetapkan peraturan-peraturan lengkap untuk proteksi radiasi sehingga diharapkan selama seseorang mengindahkan semua petunjuk tersebut, maka tidak perlu khawatir akan bahaya sinar Roentgen.

Diantara petunjuk-petunjuk proteksi terhadap radiasi sinar Roentgen tersebut adalah: menjauhkan diri dari sumber sinar, menggunakan alat-alat proteksi bila harus berdekatan dengan sinar seperti sarung tangan, rok, jas, kursi fluoroskopi, berlapis timah hitam (Pb) dan mengadakan pengecekan berkala dengan memakai film-badge dan pemeriksaan darah, khususnya jumlah sel darah putih (leukosit).


Di Indonesia penggunaan sinar Roentgen cukup lama. Menurut laporan, alat Roentgen sudah digunakan sejak tahun 1898 oleh tentara kolonial Belanda dalam perang di Aceh dan Lombok. Selanjutnya pada awal abad ke-20 ini, sinar Roentgen terutama digunakan di Rumah sakit Militer dan rumah sakit pendidikan dokter di Jakarta dan Surabaya. Ahli radiologi Belanda yang bekerja pada Fakultas Kedokteran di Jakarta pada tahun-tahun sebelum perang dunia ke II adalah Prof.B.J. Van der Plaats yang jugatelah memulai melakukan radioterapi disamping radiodiagnostik.


Orang Indonesia yang telah menggunakan sinar Roentgen pada awal abad ini adalah R.M. Notokworo yang lulus dokter di Universitas Leiden, Belanda, pada tahun 1912. Beliau mula-mula bekerja di Semarang, lalu pada permulaan masa pendudukan Jepang dipindahkan ke Surabaya. Pada tahun 1944 ia meninggal secara misterius, dibunuh oleh tentara Jepang. Pada tahun yang sama dengan penemuan sinar Roentgen, lahirlah seorang bayi di pulau Rote, NTT, yang bernama Wilhelmus Zacharias Johannes, yang dikemudian hari berkecimpung di bidang radiologi.

Pada akhir tahun dua puluhan waktu berkedudukan di kota Palembang, dr. Johannes jatuh sakit cukup berat sehingga dianggap perlu dirawat untuk waktu yang cukup lama di rumah sakit CBZ Jakarta. Penyakit yang diderita ialah nyeri pada lutut kanan yang akhirnya menjadi kaku (ankilosis). Selama berobat di CBZ Jakarta, beliau sering diperiksa dengan sinar Roentgen dan inilah saat permulaan beliau tertarik dengan radiologi. Johannes mendapat brevet ahli radiologi dari Prof. Van der Plaats pada tahun 1939. Beliau dikukuhkan sebagai guru besar pertama dalam bidang radiologi Fakultas Kedokteran UI pada tahun 1946.

Pada tahun 1952 Johannes diberi tugas untuk mempelajari perkembangan-perkembangan ilmu radiologi selama beberapa bulan di Eropa. Beliau berangkat dengan kapal Oranje dari Tanjung Priok. Pada saat keberangkatan, beberapa anggota staf bagian radiologi, yaitu dr. Sjahriar Rasad, Ny. Sri Handoyo dan Aris Hutahuruk alm. turut mengantar beliau. Prof. Johannes meninggal dunia dalam melakukan tugasnya di Eropa pada bulan September 1952. selain menunjukkan gejala serangan jantung, beliau juga menderita Herpes Zoster pada matanya, suatu penyakit yang sangat berbahaya.


Dalam usaha untuk menempatkan nama beliau sebagai tokoh radiologi kaliber dunia, maka pada kongres radiologi internasional tahun 1959 di Munich, delegasi Indonesia di bawah pimpinan Prof.Sjahriar Rasad berhasil menempatkan foto beliau di antara Martyrs of Radiology yang ditempatkan di suatu ruangan khusus kongres tersebut. Tahun 1968 beliau dianugerahkan gelar Pahlawan Kemerdekaan oleh Pemerintah, walaupun telah wafat. Dan pada tahun 1978 jenazah almarhum dipindahkan ke Taman Pahlawan Kalibata. Almarhum tidak saja dianggap sebagai Bapak Radiologi bagi para ahli radiologi, melainkan juga oleh semua orang yang berkecimpung dalam radiologi termasuk radiographer. Beliau juga adalah Bapak Radiologi dalam bidang pendidikan dan keorganisasian. Beliaulah yang mengambil prakarsa untuk mendirikan Sekolah Asisten Roentgen pada tahun 1952, dan beliaulah yang mulai mendirikan organisasi yang mendahului Ikatan Ahli Radiologi Indonesia (IKARI) yaitu seksi radiologi IDI pada tahun 1952.

Pada tahun 1952 segelintir ahli radiologi yang bekerja di RSUP yaitu G.A.Siwabessy, Sjahriar Rasad, dan Liem Tok Djien, mendirikan Sekolah Asisten Roentgen karena dirasakan sangat perlunya tenaga asisten Roentgen yang berpendidikan baik. Pada tahun 1970 Sekolah Asisten Roentgen yang dahulunya menerima murid lulusan SMP ditingkatkan menjadi Akademi Penata Roentgen (APRO) yang menerima siswa lulusan SMA. Dengan semakin banyaknya jumlah asisten Roentgen yang berpengalaman, bahkan beberapa diantaranya mendapat pendidikan tambahan di luar negeri, maka pelajaran-pelajaran di APRO sebagian besar sudah dapat diberikan oleh para asisten Roentgen dan hanya Direktur sajalah yang berpangkat ahli radiologi karena merupakan syarat bagi suatu akademi. Para ahli radiologi sangat berkepentingan dalam perkembangan dan peningkatan mutu para asisten Roentgen, yang sekarang nama resminya menjadi penata Roentgen.

Tags

Total Tayangan

Blog Archive